Minggu, 16 Juni 2013

Pengaruh Pemerataan Pembangunan Ekonomi terhadap Gerakan Separatisme



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik (NKRI) dan berideologi Pancasila, yang salah satu silanya berbunyi Persatuan Indonesia, dan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Namun belakangan ini, sering kali timbul Gerakan Separatisme di berbagai daerah Indonesia. Gerakan Separatisme adalah gerakan untuk memisahkan wilayah dan menciptakan suatu daerah kedaulatan baru.
Dengan menjadi Negara terbesar di Asia Tenggara dan menjadi Negara kepulauan yang memisahkan pulau demi pulau oleh lautan, jelas bukan perkara mudah untuk memerhatikan tiap daerah baik dari segi pembangunan, pendidikan, dan perekonomian. Perhatian pemerintah terkadang terlihat “lebih” kepada daerah lain oleh sebagian masyarakat yang daerahnya kurang diperhatikan oleh pemerintah. Keadaan ini menyebabkan timbulnya kecemburuan social dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Indonesia.
Pasal 35 mengenai Bendera Negara Indonesia ialah Sang Saka Merah Putih, Pasal 36 mengenai Bahasa Negara adalah Bahasa Indonesia, Pasal 36A mengenai Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan Pasal 36B mengenai Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya,  seharusnya dapat menjadi alat untuk menjaga keutuhan Negara dengan cara meningkatkan kecintaan sehingga timbul rasa kesatuan dan kesatuan dalam diri warga Negara Indonesia. Namun belakangan ini arus globalisasi menyebabkan makin pudarnya kecintaan warga Negara Indonesia terhadap negaranya sendiri. Ini menyebabkan timpangnya pembangunan, perekonomian, dan pendidikan di daerah dengan mudah menyebabkan Gerakan Separatisme di Indonesia.

1.2    Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang menyebabkan terjadinya gerakan separatisasi ?
1.2.2 Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi gerakan separatisasi ?
1.2.3 Bagaimana cara mencegah gerakan separatisasi ?

1.3    Tujuan Penulisan
1.3.1 Mencari penyebab timbulnya Gerakan Separatisme agar dapat dirumuskan upaya   pencegahan Gerakan Separatisme kedepannya.
1.3.2  Mewujudkan persatuan dan kesatuan NKRI.
1.3.3 Meningkatkan kecintaan dan kepedulian warga negara Indonesia terhadap negerinya sendiri.

1.4    Sistematika
HAL PENGESAHAN
HAL KATA MUTIARA
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Tujuan Penelitian
1.4  Sistematika
       BAB 2 LANDASAN TEORI
            2.1 Analisis Hasil
                        2.1.1 Penyebab Terjadinya Gerakan Separatisme
                        2.1.2 Cara Mengatasi Gerakan Separatisme
                        2.1.3 Cara Mencegah Gerakan Separatisme
2.2 UUD 1945
       BAB 3 METODE PENGUMPULAN DATA
            3.1 Studi Kepustakaan
            3.2 Sampel Gerakan Separatisme
       BAB 4 ANALISIS DATA
            4.1 Data Gerakan Separatisme
            4.3 Kesimpulan Analisis
       BAB 5 PENUTUP
            5.1 Kesimpulan
            5.2 Saran
       DAFTAR PUSTAKA

















BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Analisis Hasil

2.1.1 Penyebab terjadinya Gerakan Separatisme
      Penyebab dari terjadinya Gerakan Separatisme dapat disebabkan oleh dua pendekatan, yaitu pendekatan kultural dan struktural. Pendekatan Kultural meliputi keberagaman etnik, budaya, dan agama. Beragamnya entik, budaya, dan agama menyebebkan mudahnya timbul gesekan antar etnik, budaya, dan agama. Gesekan yang terjadi ini kadang menimbulkan hasrat bagi sebagian kelompok etnis, budaya, dan agama untuk memisahkan diri dan menciptakan daerah kedaulatan baru demi kepentingan entik, budaya, atau agama itu sendiri. Sedangkan pendekatan struktural meliputi ekonomi, politik, dan hukum. Sampai saat ini pembangunan ekonomi masih belum sepenuhnya dilakukan secara merata oleh pemerintah. Sebagai contohnya saja di daerah-daerah terpencil/pelosok seperti di Indonesia bagian tengah dan timur ( NTT, NTB, Sulawesi, Papua, dll). Namun disisi lain menyatakan, kesejahteraan rakyat tidak merata karena kurangnya pendidikan yang menyebabkan masyarakat di daerah tidak mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga jumlah angka pengangguran semakin bertambah, bahkan kemiskinan pun belum bisa di atasi oleh pemerintah sampai saat ini. Ketimpangan pendidikan yang menyebabkan timpangnya pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat juga dapat menimbulkan hasrat untuk menciptakan suatu Gerakan Separatisme di kalangan masyarakat.

2.1.2 Cara Mengatasi Gerakan Separatisme
      Gerakan Separatisme dapat dilihat sebagai sebuah konflik antara dua belah pihak. Untuk itu terdapat beberapa cara untuk mengatasi Gerakan Separatisme yang serupa dengan cara untuk mengatasi konflik. Gerakan Separatisme dapat diatasi dengan cara Konsiliasi yaitu cara pengendalian konflik melalui lembaga-lembaga tertentu untuk memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan diantara pihak separatisme dan pemerintah mengenai persoalan yang mereka hadapi, Perwasitan yaitu cara yang memerlukan pihak ketiga sebagai penengah antara pihak separatisme dan pemerintah, Mediasi yaitu cara yang juga memerlukan pihak ketiga namun pihak ketiga tidak memiliki kekuasaan dan kewenangan karena pihak ketiga hanya merupakan mediator yang memberikan nasihat, Paksaan yaitu cara untuk menyelesaikan Gerakan Separatisme baik secara fisik maupun psikologis, dan yang terkahir adalah Detente yaitu mengurangi ketegangan antara para separatisme dan pemerintah.

2.1.3 Cara Mencegah Gerakan Separatisasi
(1)   Pemerataan pembangunan di semua daerah di Indonesia.
(2)   Meningkatkan persatuan dan kesatuan Indonesia.
(3)   Memeratakan pendidikan di Indonesia.
(4)   Meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Indonesia.

2.2 UUD 1945
      Pasal 27 UUD 1945 menyatakan "Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." Sampai saat ini belum ada undang-undang mengenai gerakan separatisme di Indonesia. Hanya ada undang-undang mengenai terorisme yang sudah jelas tidak dapat dijeratkan kepada pelaku separatism. Untuk itu saya melandaskan teori saya kepada pasal 27 UUD 1945 sebagai salah satu syarat agar tidak timbulnya gerakan separatisme di Indonesia. Jika pemerintah mampu menjalankan Pasal 27 UUD 1945 maka gerakan separatisme seyogyanya tidak akan terjadi di Indonesia.



BAB 3
METODE PENGUMPULAN DATA
3.1 Studi Kepustakaan
      Dalam karya ilmiah ini, saya menggunakan metode studi kepustakaan sesuai dengan materi ataupun data yang saya peroleh dari bacaan, media cetak maupun eletronik. Pengumpulan data yang saya peroleh dari bacaan, media cetak maupun elektronik tersebut sesuai dengan masalah yang saya angkat dalam karya ilmiah ini. Semua data yang di peroleh saya analisis sesuai masalah atau topik yang diangkat dalam karya ilmiah ini.

3.2 Sampel Gerakan Separatisme
      Sampel yang digunakan adalah seluruh Gerakan Separatisme yang pernah terjadi di Indonesia. Tiap-tiap gerakan separatisme mempunya alasan yang beragam. Untuk itu saya mengambil sampel seluruh Gerakan Separatisme yang pernah terjadi di Indonesia untuk menyimpulkan maksud yang dituju dalam makalah ini.




BAB 4
ANALISIS DATA
4.1 Data Gerakan Separatisme

4.1.1 Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948

Membahas tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir jatuh? Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya,pada tanggal 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan kekacauan, terutama di Surakarta.

Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi, Jawa Tengah.

Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan dari siapa pun. Dalam kondisi bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas pemberontakan yang relatif besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.


4.1.2 Pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII)
(DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat)

Berdasarkan Perundingan Renville, kekuatan militer Republik Indonesia harus meninggalkan wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda. TNI harus mengungsi ke daerah Jawa Tengah yang dikuasai Republik Indonesia. Tidak semua komponen bangsa menaati isi Perjanjian Renville yang dirasakan sangat merugikan bangsa Indonesia. Salah satunya adalah S.M. Kartosuwiryo beserta para pendukungnya. Pada tanggal 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Tentara dan pendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan Darul Islam yang didirikan oleh Kartosuwiryo mempunyai pengaruh yang cukup luas. Pengaruhnya sampai ke Aceh yang dipimpin Daud Beureueh, Jawa Tengah (Brebes, Tegal) yang dipimpin Amir Fatah dan Kyai Somolangu (Kebumen), Kalimantan Selatan dipimpin Ibnu Hajar, dan Sulawesi Selatan dengan tokohnya Kahar Muzakar.


4.1.3 Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)

Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan pemerintah daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut.

a. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.

Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah KSAD.

Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara.


4.1.4 Pemberontakan Permesta

Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur. Tanggal 17 Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus ditumpas. Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer beberapa kali. Berikut ini operasi-operasi militer tersebut.
a. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
b. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
c. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
d. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
e. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
f. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
g. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.

Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika Serikat tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian, pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa-sisanya masih ada sampai tahun 1961.


4.1.5 Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

adalah sebuah organisasi (yang dianggap separatis) yang memiliki tujuan supaya daerah Aceh atau yang sekarang secara resmi disebut Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang sekarang bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia.

Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Marti Ahtisaari berperan sebagai fasilitator.

Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM.

Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Daud, menyatakan bahwa sayap militer mereka telah dibubarkan secara formal.


4.1.6 Gerakan Sparatais Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965

Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas-tugas berikut.

a. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.

Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI.

a. Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam persekongkolan (konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.

Ketegangan politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30 September 1965 dini hari, atau awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat.


4.1.7 Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), Andi Azis, dan Republik Maluku Selatan (RMS)

Pada masa pemerintahan RIS, muncul pemberontakan-pemberontakan yang mengguncang stabilitas politik dalam negeri. Pemberontakan-pemberontakan tersebut antara lain gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), pemberontakan Andi Azis, dan Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).


4.1.8 Republik Maluku Selatan (RMS)

Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.

Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S. Soumokil bekas jaksa agung Negara Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama dan J.H. Manuhutu.

RMS di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni 2007 beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April 2008 John Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat bahwa mendirikan republik merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat. Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur yang bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan dengan Maluku hanya menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana menteri RMS (bermimpi) tidak menutup kemungkinan Maluku akan menjadi daerah otonomi seperti Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan penuh.

Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof. Johan Manusama, pemimpin kedua Frans Tutuhatunewa turun pada tanggal 25 april 2009. Kini John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.

Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan, seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di Ambon berjalan lancar terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno tkdak bisa berpangku tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku, sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda sebagai Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS, para pendukung RMS membentuk apa yang disebut Pemerintahan RMS di pengasingan.

Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978 terjadi peristiwa Wassenaar, dimana beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan serangan kepada Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press di Belanda dikatakanlah peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan para aktifis RMS di Belanda. Ada yang mengatakan serangan ini disebabkan karena pemerintah Belanda menarik dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan teror ini dilakukan karena pendukung RMS frustasi, karena Belanda tidak dengan sepenuh hati memberikan dukungan sejak mula. Di antara kegiatan yang di lansir Press Belanda sabagai teror, adalah ketika di tahun 1978 kelompok RMS menyandera 70 warga sipil di gedung pemerintah Belanda di Assen-Wassenaar.

Selama tahun 70an, teror seperti ini dilakukan juga oleh beberapa kelompok sempalan RMS, seperti kelompok Komando Bunuh Diri Maluku Selatan yang dipercaya merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu dekat) Pemuda Maluku Selatan Merdeka. Kelompok ini merebut sebuah kereta api dan menyandera 38 penumpangnya di tahun 1975. Ada juga kelompok sempalan yang tidak dikenal yang pada tahun 1977 menyandera 100 orang di sebuah sekolah dan di saat yang sama juga menyandera 50 orang di sebuah kereta api.

Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku. Beberapa aktivis RMS telah ditangkap dan diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan teror yang dilakukan dalam masa itu, walaupun sampai sekarang tidak ada penjelasan resmi mengenai sebab dan aktor dibalik kerusuhan Ambon.

Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil menyusup masuk ke tengah upacara Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing. Mereka menari tarian Cakalele seusai Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para penari keluar arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi. Sebagian yang mencoba melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan oleh aparat. Beberapa hasil investigasi menunjukkan bahwa RMS masih eksis dan mempunyai Presiden Transisi bernama Simon Saiya. Beberapa elemen RMS yang dianggap penting ditahan di kantor Densus 88 Anti Teror.
4.1.9 Organisasi Papua Merdeka (OPM)

Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan nasionalis yang didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Sebelum era reformasi, provinsi yang sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil dengan nama Irian Jaya. .

OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan bagian Indonesia yang lain maupun negara-negara Asia lainnya. Penyatuan wilayah ini ke dalam NKRI sejak tahun 1969 merupakan buah perjanjian antara Belanda dengan Indonesia dimana pihak Belanda menyerahkan wilayah tersebut yang selama ini dikuasainya kepada bekas jajahannya yang merdeka, Indonesia. Perjanjian tersebut oleh OPM dianggap sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada yang lain.

Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM yang lain, Seth Jafeth Raemkorem dan Jacob Hendrik Prai menaikkan bendera Bintang Fajar dan memproklamasikan berdirinya Republik Papua Barat. Namun republik ini berumur pendek karena segera ditumpas oleh militer Indonesia dibawah perintah Presiden Soeharto.

Tahun 1982 Dewan Revolusioner OPM didirikan dimana tujuan dewan tersebut adalah untuk menggalang dukungan masyarakat internasional untuk mendukung kemerdekaan wilayah tersebut. Mereka mencari dukungan antara lain melalui PBB, GNB, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN.


4.2 Kesimpulan Analisis
      Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa permasalahan Gerakan Separatisme masih belum bisa dihilangkan oleh pemerintah. Dari waktu ke waktu terus bermunculan gerakan separatisme yang mengganggu keutuhan negara. Gerakan Separatisme pada umumnya berlandaskan kepentingan kulturalisme. Keinginan untuk memisahkan diri dari republik Indonesia pada umumnya telah ada dari berpuluh-puluh tahun silam dan beberapa ada yang melibatkan unsur pemerintahan dari luar negeri seperti yang dapat dilihat dari kasus RMS
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik (NKRI) dan berideologi Pancasila, yang salah satu silanya berbunyi Persatuan Indonesia, dan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Namun belakangan ini, sering kali timbul Gerakan Separatisme di berbagai daerah Indonesia. Gerakan Separatisme adalah gerakan untuk memisahkan wilayah dan menciptakan suatu daerah kedaulatan baru.
Penyebab dari terjadinya Gerakan Separatisme dapat disebabkan oleh dua pendekatan, yaitu pendekatan kultural dan struktural. Pendekatan Kultural meliputi keberagaman etnik, budaya, dan agama. Beragamnya entik, budaya, dan agama menyebebkan mudahnya timbul gesekan antar etnik, budaya, dan agama. Gesekan yang terjadi ini kadang menimbulkan hasrat bagi sebagian kelompok etnis, budaya, dan agama untuk memisahkan diri dan menciptakan daerah kedaulatan baru demi kepentingan entik, budaya, atau agama itu sendiri. Sedangkan pendekatan struktural meliputi ekonomi, politik, dan hukum. Sampai saat ini pembangunan ekonomi masih belum sepenuhnya dilakukan secara merata oleh pemerintah. Sebagai contohnya saja di daerah-daerah terpencil/pelosok seperti di Indonesia bagian tengah dan timur ( NTT, NTB, Sulawesi, Papua, dll). Namun disisi lain menyatakan, kesejahteraan rakyat tidak merata karena kurangnya pendidikan yang menyebabkan masyarakat di daerah tidak mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga jumlah angka pengangguran semakin bertambah, bahkan kemiskinan pun belum bisa di atasi oleh pemerintah sampai saat ini. Ketimpangan pendidikan yang menyebabkan timpangnya pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat juga dapat menimbulkan hasrat untuk menciptakan suatu Gerakan Separatisme di kalangan masyarakat.
Pasal 27 UUD 1945 menyatakan "Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." Sampai saat ini belum ada undang-undang mengenai gerakan separatisme di Indonesia. Hanya ada undang-undang mengenai terorisme yang sudah jelas tidak dapat dijeratkan kepada pelaku separatism. Untuk itu saya melandaskan teori saya kepada pasal 27 UUD 1945 sebagai salah satu syarat agar tidak timbulnya gerakan separatism di Indonesia. Jika pemerintah mampu menjalankan Pasal 27 UUD 1945 maka gerakan separatisme seyogyanya tidak akan terjadi di Indonesia.
Jadi, dari penjelasan UUD 1945 Psal 27 tersebut terlihat relevansi dari penghidupan yang layak dalam masyarakat dalam upaya menanggulangi Gerakan Separatisme. Terbukanya lapangan pekejaan di daerah rawan separatsme dapat meminimalisir terjadinya gerakan separatisme.

5.2  Saran
Penulis berharap pemerintah dapat segera mengatasi seluruh Gerakan Separatisme yang terjadi di Indonesia. Gerakan Separatisme dapat dilihat sebagai sebuah konflik antara dua belah pihak. Untuk itu terdapat beberapa cara untuk mengatasi Gerakan Separatisme yang serupa dengan cara untuk mengatasi konflik. Gerakan Separatisme dapat diatasi dengan cara Konsiliasi yaitu cara pengendalian konflik melalui lembaga-lembaga tertentu untuk memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan diantara pihak separatisme dan pemerintah mengenai persoalan yang mereka hadapi, Perwasitan yaitu cara yang memerlukan pihak ketiga sebagai penengah antara pihak separatisme dan pemerintah, Mediasi yaitu cara yang juga memerlukan pihak ketiga namun pihak ketiga tidak memiliki kekuasaan dan kewenangan karena pihak ketiga hanya merupakan mediator yang memberikan nasihat, Paksaan yaitu cara untuk menyelesaikan Gerakan Separatisme baik secara fisik maupun psikologis, dan yang terkahir adalah Detente yaitu mengurangi ketegangan antara para separatisme dan pemerintah.

Penulis juga berharap, setelah Gerakan Separatisme dapat dihilangkan dari Indonesia, pemerintah dapat mencegak timbulnya kembali gerakan separatisme. Berikut saran penulis untuk mencegah gerakan separatisme:
(1)   Pemerataan pembangunan di semua daerah di Indonesia.
(2)   Meningkatkan persatuan dan kesatuan Indonesia.
(3)   Memeratakan pendidikan di Indonesia.
(4)   Meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Indonesia.











DAFTAR PUSTAKA
Daftar gerakan separatisme. Diakses dari http://haxims.blogspot.com/2011/10/daftar-gerakan-separatis-yang-pernah.html
Republik Indonesia, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4, Tentang keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 No 27, Tentang Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.