BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Indonesia
merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik (NKRI) dan berideologi
Pancasila, yang salah satu silanya berbunyi Persatuan Indonesia, dan Pembukaan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Namun belakangan ini, sering kali timbul Gerakan Separatisme di
berbagai daerah Indonesia. Gerakan
Separatisme adalah gerakan untuk memisahkan wilayah dan menciptakan suatu
daerah kedaulatan baru.
Dengan
menjadi Negara terbesar di Asia Tenggara dan menjadi Negara kepulauan yang
memisahkan pulau demi pulau oleh lautan, jelas bukan perkara mudah untuk
memerhatikan tiap daerah baik dari segi pembangunan, pendidikan, dan
perekonomian. Perhatian pemerintah terkadang terlihat “lebih” kepada daerah
lain oleh sebagian masyarakat yang daerahnya kurang diperhatikan oleh
pemerintah. Keadaan ini menyebabkan timbulnya kecemburuan social dan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Indonesia.
Pasal 35 mengenai Bendera Negara
Indonesia ialah Sang Saka Merah Putih, Pasal 36 mengenai Bahasa Negara adalah
Bahasa Indonesia, Pasal 36A mengenai Lambang Negara ialah Garuda Pancasila
dengan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan Pasal 36B mengenai Lagu Kebangsaan
ialah Indonesia Raya, seharusnya dapat
menjadi alat untuk menjaga keutuhan Negara dengan cara meningkatkan kecintaan
sehingga timbul rasa kesatuan dan kesatuan dalam diri warga Negara Indonesia. Namun
belakangan ini arus globalisasi menyebabkan makin pudarnya kecintaan warga
Negara Indonesia terhadap negaranya sendiri. Ini menyebabkan timpangnya
pembangunan, perekonomian, dan pendidikan di daerah dengan mudah menyebabkan
Gerakan Separatisme di Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang menyebabkan terjadinya
gerakan separatisasi ?
1.2.2 Apa yang harus dilakukan
pemerintah untuk mengatasi gerakan separatisasi ?
1.2.3 Bagaimana cara mencegah
gerakan separatisasi ?
1.3
Tujuan Penulisan
1.3.1
Mencari penyebab timbulnya Gerakan Separatisme agar dapat dirumuskan upaya pencegahan Gerakan Separatisme kedepannya.
1.3.2 Mewujudkan persatuan dan kesatuan NKRI.
1.3.3 Meningkatkan kecintaan dan kepedulian warga negara
Indonesia terhadap negerinya sendiri.
1.4 Sistematika
HAL PENGESAHAN
HAL KATA MUTIARA
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan Penelitian
1.4
Sistematika
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Analisis Hasil
2.1.1 Penyebab
Terjadinya Gerakan Separatisme
2.1.2 Cara
Mengatasi Gerakan Separatisme
2.1.3 Cara Mencegah
Gerakan Separatisme
2.2 UUD 1945
BAB 3 METODE PENGUMPULAN DATA
3.1 Studi Kepustakaan
3.2 Sampel Gerakan
Separatisme
BAB 4 ANALISIS DATA
4.1 Data Gerakan
Separatisme
4.3 Kesimpulan Analisis
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Analisis Hasil
2.1.1 Penyebab terjadinya Gerakan Separatisme
Penyebab dari terjadinya
Gerakan Separatisme dapat disebabkan oleh dua pendekatan, yaitu pendekatan
kultural dan struktural. Pendekatan Kultural meliputi keberagaman etnik,
budaya, dan agama. Beragamnya entik, budaya, dan agama menyebebkan mudahnya
timbul gesekan antar etnik, budaya, dan agama. Gesekan yang terjadi ini kadang
menimbulkan hasrat bagi sebagian kelompok etnis, budaya, dan agama untuk
memisahkan diri dan menciptakan daerah kedaulatan baru demi kepentingan entik,
budaya, atau agama itu sendiri. Sedangkan pendekatan struktural meliputi
ekonomi, politik, dan hukum. Sampai saat ini pembangunan ekonomi masih belum
sepenuhnya dilakukan secara merata oleh pemerintah. Sebagai contohnya saja di
daerah-daerah terpencil/pelosok seperti di Indonesia bagian tengah dan timur (
NTT, NTB, Sulawesi, Papua, dll). Namun disisi lain menyatakan, kesejahteraan
rakyat tidak merata karena kurangnya pendidikan yang menyebabkan masyarakat di
daerah tidak mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga jumlah angka
pengangguran semakin bertambah, bahkan kemiskinan pun belum bisa di atasi oleh
pemerintah sampai saat ini. Ketimpangan pendidikan yang menyebabkan timpangnya
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat juga dapat menimbulkan hasrat
untuk menciptakan suatu Gerakan Separatisme di kalangan masyarakat.
2.1.2 Cara Mengatasi Gerakan Separatisme
Gerakan Separatisme dapat dilihat sebagai
sebuah konflik antara dua belah pihak. Untuk itu terdapat beberapa cara untuk
mengatasi Gerakan Separatisme yang serupa dengan cara untuk mengatasi konflik.
Gerakan Separatisme dapat diatasi dengan cara Konsiliasi yaitu cara
pengendalian konflik melalui lembaga-lembaga tertentu untuk memungkinkan
tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan diantara pihak separatisme dan
pemerintah mengenai persoalan yang mereka hadapi, Perwasitan yaitu cara yang
memerlukan pihak ketiga sebagai penengah antara pihak separatisme dan
pemerintah, Mediasi yaitu cara yang juga memerlukan pihak ketiga namun pihak
ketiga tidak memiliki kekuasaan dan kewenangan karena pihak ketiga hanya
merupakan mediator yang memberikan nasihat, Paksaan yaitu cara untuk
menyelesaikan Gerakan Separatisme baik secara fisik maupun psikologis, dan yang
terkahir adalah Detente yaitu mengurangi ketegangan antara para separatisme dan
pemerintah.
2.1.3 Cara Mencegah Gerakan Separatisasi
(1) Pemerataan pembangunan di semua
daerah di Indonesia.
(2)
Meningkatkan
persatuan dan kesatuan Indonesia.
(3)
Memeratakan
pendidikan di Indonesia.
(4)
Meningkatkan
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Indonesia.
2.2 UUD 1945
Pasal 27 UUD 1945 menyatakan "Tiap-tiap
warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan."
Sampai saat ini belum ada undang-undang mengenai gerakan separatisme di
Indonesia. Hanya ada undang-undang mengenai terorisme yang sudah jelas tidak
dapat dijeratkan kepada pelaku separatism. Untuk itu saya melandaskan teori
saya kepada pasal 27 UUD 1945 sebagai salah satu syarat agar tidak timbulnya
gerakan separatisme di Indonesia. Jika pemerintah mampu menjalankan Pasal 27
UUD 1945 maka gerakan separatisme seyogyanya tidak akan terjadi di Indonesia.
BAB 3
METODE PENGUMPULAN DATA
3.1 Studi Kepustakaan
Dalam karya ilmiah ini, saya menggunakan
metode studi kepustakaan sesuai dengan materi ataupun data yang saya peroleh
dari bacaan, media cetak maupun eletronik. Pengumpulan data yang saya peroleh
dari bacaan, media cetak maupun elektronik tersebut sesuai dengan masalah yang
saya angkat dalam karya ilmiah ini. Semua data yang di peroleh saya analisis
sesuai masalah atau topik yang diangkat dalam karya ilmiah ini.
3.2 Sampel Gerakan Separatisme
Sampel yang digunakan adalah seluruh
Gerakan Separatisme yang pernah terjadi di Indonesia. Tiap-tiap gerakan
separatisme mempunya alasan yang beragam. Untuk itu saya mengambil sampel
seluruh Gerakan Separatisme yang pernah terjadi di Indonesia untuk menyimpulkan
maksud yang dituju dalam makalah ini.
BAB 4
ANALISIS DATA
4.1 Data Gerakan Separatisme
4.1.1 Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948
Membahas tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya
kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948. Mengapa kabinet Amir jatuh? Jatuhnya
kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan Renville yang
sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya,pada tanggal 28
Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk
memperkuat basis massa, FDR membentuk organisasi kaum petani dan buruh. Selain
itu dengan memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi
pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959.
Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera
bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin
bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan kekacauan,
terutama di Surakarta.
Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun
dijadikan basis gerilya. Pada tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan
berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya untuk meruntuhkan
Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang
bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun. Untuk
menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer. Dalam hal
ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal
Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel
Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan pasukannya menumpas pemberontakan PKI
di Madiun. Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal 30 September
1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya
tokoh-tokoh PKI seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam.
Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas ditembak. Sekitar 300 orang
ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah
Purwodadi, Jawa Tengah.
Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa dan
negara Indonesia dari rongrongan dan ancaman kaum komunis yang bertentangan
dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI dilakukan oleh bangsa
Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan dari siapa pun. Dalam kondisi
bangsa yang begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas pemberontakan yang
relatif besar oleh golongan komunis dalam waktu singkat.
4.1.2 Pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII)
(DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat)
Berdasarkan Perundingan Renville, kekuatan militer Republik Indonesia harus
meninggalkan wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda. TNI harus mengungsi ke
daerah Jawa Tengah yang dikuasai Republik Indonesia. Tidak semua komponen
bangsa menaati isi Perjanjian Renville yang dirasakan sangat merugikan bangsa
Indonesia. Salah satunya adalah S.M. Kartosuwiryo beserta para pendukungnya.
Pada tanggal 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara
Islam Indonesia (NII). Tentara dan pendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia
(TII). Gerakan Darul Islam yang didirikan oleh Kartosuwiryo mempunyai pengaruh
yang cukup luas. Pengaruhnya sampai ke Aceh yang dipimpin Daud Beureueh, Jawa
Tengah (Brebes, Tegal) yang dipimpin Amir Fatah dan Kyai Somolangu (Kebumen),
Kalimantan Selatan dipimpin Ibnu Hajar, dan Sulawesi Selatan dengan tokohnya
Kahar Muzakar.
4.1.3 Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)
Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan
pemerintah daerah dan pusat. Daerah kecewa terhadap pemerintah pusat yang
dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut
diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut.
a. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin
Simbolan.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje
Sumual.
Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda
mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam, dan menyerahkan mandatnya kepada
presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah menerima
ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat
Ahmad Hussein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang memimpin
gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12 Februari 1958 KSAD A.H. Nasution
membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung di bawah
KSAD.
Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya
Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya
adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara.
4.1.4 Pemberontakan Permesta
Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur.
Tanggal 17 Februari 1958 Somba memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan
mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).
Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus
ditumpas. Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan operasi
militer beberapa kali. Berikut ini operasi-operasi militer tersebut.
a. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto
Hendraningrat.
b. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di
Sulawesi Utara bagian Tengah.
c. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran
Sulawesi Utara bagian Selatan.
d. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan
sebelah Utara Manado.
e. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas
Permesta di Sulawesi Utara.
f. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
g. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara
Morotai.
Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak
jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika Serikat
tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun demikian, pemberontakan Permesta
dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa-sisanya masih ada
sampai tahun 1961.
4.1.5 Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
adalah sebuah organisasi (yang dianggap separatis) yang memiliki tujuan
supaya daerah Aceh atau yang sekarang secara resmi disebut Nanggroe Aceh
Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara
pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung
sejak tahun 1976 dan menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan
ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National Liberation Front (ASNLF).
GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang sekarang bermukim di Swedia dan
berkewarganegaraan Swedia.
Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah memulai tahap perundingan
di Vantaa, Finlandia. Mantan presiden Finlandia Marti Ahtisaari berperan
sebagai fasilitator.
Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding
Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki,
Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus
2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh
Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa
negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara poin pentingnya adalah bahwa
pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai politik lokal
di Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM.
Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM
pada 19 Desember 2005. Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara
militernya, Sofyan Daud, menyatakan bahwa sayap militer mereka telah dibubarkan
secara formal.
4.1.6 Gerakan Sparatais Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965
Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi
keleluasaan PKI untuk memperluas pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh
didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin memprihatinkan. Dengan adanya
nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa
Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir
tahun 1963, PKI melancarkan sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para
petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah penduduk,
melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI
membentuk Biro Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut
mempunyai tugas-tugas berikut.
a. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.
b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi
anggota PKI dan telah disumpah dapat membina anggota ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi
pengikut PKI agar sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.
Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin
meningkat. D.N. Aidit sebagai pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai
meletakkan siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD. Berikut ini
siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI.
a. Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam
persekongkolan (konspirasi) menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris
dan Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang
tujuannya menggulingkan Presiden Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan
Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang
terdiri dari para buruh dan petani yang dipersenjatai.
Ketegangan politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal
30 September 1965 dini hari, atau awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu
terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat.
4.1.7 Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), Andi Azis, dan
Republik Maluku Selatan (RMS)
Pada masa pemerintahan RIS, muncul pemberontakan-pemberontakan yang
mengguncang stabilitas politik dalam negeri. Pemberontakan-pemberontakan
tersebut antara lain gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), pemberontakan
Andi Azis, dan Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).
4.1.8 Republik Maluku Selatan (RMS)
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka
pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia
Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat). Namun oleh
Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai
gagal, maka RMS ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi
sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.
Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang bekas
prajurit KNIL dan pro-Belanda yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S. Soumokil
bekas jaksa agung Negara Indonesia Timur yang kemudian ditunjuk sebagai
Presiden, Ir. J.A. Manusama dan J.H. Manuhutu.
RMS di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni 2007
beberapa pemuda Maluku mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo
Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon. Pada 24 April 2008 John
Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat
bahwa mendirikan republik merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong dalam
peringatan 58 tahun proklamasi kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen
Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati terhadap Jakarta menguat.
Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan
memperjuangkan RMS ditambah tidak adanya donatur yang bersedia menyisihkan
dananya, kini hubungan dengan Maluku hanya menyangkut soal sosial ekonomi.
Perdana menteri RMS (bermimpi) tidak menutup kemungkinan Maluku akan menjadi daerah
otonomi seperti Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih
kemerdekaan penuh.
Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof. Johan
Manusama, pemimpin kedua Frans Tutuhatunewa turun pada tanggal 25 april 2009.
Kini John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di Belanda.
Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan,
seperti Sosial, Politik, Keamanan dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah
RMS di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di Ambon berjalan lancar
terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno tkdak bisa berpangku
tangan menyaksikan semua aktivitas rakyat Maluku, sehingga dikeluarkanlah
perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua jajarannya, sehingga
pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda sebagai
Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan
RMS, para pendukung RMS membentuk apa yang disebut Pemerintahan RMS di
pengasingan.
Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978 terjadi
peristiwa Wassenaar, dimana beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan serangan
kepada Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap kebijakan Pemerintah Belanda.
Oleh Press di Belanda dikatakanlah peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan
para aktifis RMS di Belanda. Ada yang mengatakan serangan ini disebabkan karena
pemerintah Belanda menarik dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi yang
menyatakan serangan teror ini dilakukan karena pendukung RMS frustasi, karena
Belanda tidak dengan sepenuh hati memberikan dukungan sejak mula. Di antara
kegiatan yang di lansir Press Belanda sabagai teror, adalah ketika di tahun
1978 kelompok RMS menyandera 70 warga sipil di gedung pemerintah Belanda di
Assen-Wassenaar.
Selama tahun 70an, teror seperti ini dilakukan juga oleh beberapa kelompok
sempalan RMS, seperti kelompok Komando Bunuh Diri Maluku Selatan yang dipercaya
merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu dekat) Pemuda Maluku Selatan
Merdeka. Kelompok ini merebut sebuah kereta api dan menyandera 38 penumpangnya
di tahun 1975. Ada juga kelompok sempalan yang tidak dikenal yang pada tahun
1977 menyandera 100 orang di sebuah sekolah dan di saat yang sama juga
menyandera 50 orang di sebuah kereta api.
Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali
mencoba memakai kesempatan untuk menggalang dukungan dengan upaya-upaya
provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku. Beberapa
aktivis RMS telah ditangkap dan diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan teror
yang dilakukan dalam masa itu, walaupun sampai sekarang tidak ada penjelasan
resmi mengenai sebab dan aktor dibalik kerusuhan Ambon.
Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil menyusup
masuk ke tengah upacara Hari Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing. Mereka menari tarian
Cakalele seusai Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira
tarian itu bagian dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal.
Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-tiba para penari itu
mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para
penari keluar arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi. Sebagian yang mencoba
melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan oleh aparat. Beberapa hasil
investigasi menunjukkan bahwa RMS masih eksis dan mempunyai Presiden Transisi
bernama Simon Saiya. Beberapa elemen RMS yang dianggap penting ditahan di
kantor Densus 88 Anti Teror.
4.1.9 Organisasi Papua Merdeka (OPM)
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan nasionalis yang
didirikan tahun 1965 yang bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan Papua bagian
barat dari pemerintahan Indonesia. Sebelum era reformasi, provinsi yang
sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil dengan nama Irian
Jaya. .
OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan bagian
Indonesia yang lain maupun negara-negara Asia lainnya. Penyatuan wilayah ini ke
dalam NKRI sejak tahun 1969 merupakan buah perjanjian antara Belanda dengan
Indonesia dimana pihak Belanda menyerahkan wilayah tersebut yang selama ini
dikuasainya kepada bekas jajahannya yang merdeka, Indonesia. Perjanjian
tersebut oleh OPM dianggap sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada
yang lain.
Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM yang lain,
Seth Jafeth Raemkorem dan Jacob Hendrik Prai menaikkan bendera Bintang Fajar
dan memproklamasikan berdirinya Republik Papua Barat. Namun republik ini
berumur pendek karena segera ditumpas oleh militer Indonesia dibawah perintah
Presiden Soeharto.
Tahun 1982 Dewan Revolusioner OPM didirikan dimana tujuan dewan tersebut
adalah untuk menggalang dukungan masyarakat internasional untuk mendukung kemerdekaan
wilayah tersebut. Mereka mencari dukungan antara lain melalui PBB, GNB, Forum
Pasifik Selatan, dan ASEAN.
4.2 Kesimpulan Analisis
Dari data diatas dapat
disimpulkan bahwa permasalahan Gerakan Separatisme masih belum bisa dihilangkan
oleh pemerintah. Dari waktu ke waktu terus bermunculan gerakan separatisme yang
mengganggu keutuhan negara. Gerakan Separatisme pada umumnya berlandaskan
kepentingan kulturalisme. Keinginan untuk memisahkan diri dari republik
Indonesia pada umumnya telah ada dari berpuluh-puluh tahun silam dan beberapa
ada yang melibatkan unsur pemerintahan dari luar negeri seperti yang dapat
dilihat dari kasus RMS
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Indonesia
merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik (NKRI) dan berideologi
Pancasila, yang salah satu silanya berbunyi Persatuan Indonesia, dan Pembukaan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Namun
belakangan ini, sering kali timbul Gerakan Separatisme di berbagai daerah
Indonesia. Gerakan Separatisme adalah gerakan untuk memisahkan
wilayah dan menciptakan suatu daerah kedaulatan baru.
Penyebab dari terjadinya Gerakan Separatisme dapat
disebabkan oleh dua pendekatan, yaitu pendekatan kultural dan struktural.
Pendekatan Kultural meliputi keberagaman etnik, budaya, dan agama. Beragamnya
entik, budaya, dan agama menyebebkan mudahnya timbul gesekan antar etnik,
budaya, dan agama. Gesekan yang terjadi ini kadang menimbulkan hasrat bagi
sebagian kelompok etnis, budaya, dan agama untuk memisahkan diri dan
menciptakan daerah kedaulatan baru demi kepentingan entik, budaya, atau agama
itu sendiri. Sedangkan pendekatan struktural meliputi ekonomi, politik, dan
hukum. Sampai saat ini pembangunan ekonomi masih belum sepenuhnya dilakukan
secara merata oleh pemerintah. Sebagai contohnya saja di daerah-daerah
terpencil/pelosok seperti di Indonesia bagian tengah dan timur ( NTT, NTB,
Sulawesi, Papua, dll). Namun disisi lain menyatakan, kesejahteraan rakyat tidak
merata karena kurangnya pendidikan yang menyebabkan masyarakat di daerah tidak
mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga jumlah angka pengangguran semakin
bertambah, bahkan kemiskinan pun belum bisa di atasi oleh pemerintah sampai
saat ini. Ketimpangan pendidikan yang menyebabkan timpangnya pembangunan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat juga dapat menimbulkan hasrat untuk
menciptakan suatu Gerakan Separatisme di kalangan masyarakat.
Pasal 27 UUD 1945 menyatakan
"Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan." Sampai saat ini belum ada undang-undang mengenai
gerakan separatisme di Indonesia. Hanya ada undang-undang mengenai terorisme
yang sudah jelas tidak dapat dijeratkan kepada pelaku separatism. Untuk itu
saya melandaskan teori saya kepada pasal 27 UUD 1945 sebagai salah satu syarat
agar tidak timbulnya gerakan separatism di Indonesia. Jika pemerintah mampu
menjalankan Pasal 27 UUD 1945 maka gerakan separatisme seyogyanya tidak akan terjadi
di Indonesia.
Jadi, dari penjelasan UUD 1945 Psal
27 tersebut terlihat relevansi dari penghidupan yang layak dalam masyarakat
dalam upaya menanggulangi Gerakan Separatisme. Terbukanya lapangan pekejaan di
daerah rawan separatsme dapat meminimalisir terjadinya gerakan separatisme.
5.2
Saran
Penulis berharap pemerintah dapat segera mengatasi seluruh Gerakan
Separatisme yang terjadi di Indonesia. Gerakan
Separatisme dapat dilihat sebagai sebuah konflik antara dua belah pihak. Untuk
itu terdapat beberapa cara untuk mengatasi Gerakan Separatisme yang serupa
dengan cara untuk mengatasi konflik. Gerakan Separatisme dapat diatasi dengan
cara Konsiliasi yaitu cara pengendalian konflik melalui lembaga-lembaga
tertentu untuk memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan
diantara pihak separatisme dan pemerintah mengenai persoalan yang mereka
hadapi, Perwasitan yaitu cara yang memerlukan pihak ketiga sebagai penengah
antara pihak separatisme dan pemerintah, Mediasi yaitu cara yang juga
memerlukan pihak ketiga namun pihak ketiga tidak memiliki kekuasaan dan
kewenangan karena pihak ketiga hanya merupakan mediator yang memberikan
nasihat, Paksaan yaitu cara untuk menyelesaikan Gerakan Separatisme baik secara
fisik maupun psikologis, dan yang terkahir adalah Detente yaitu mengurangi
ketegangan antara para separatisme dan pemerintah.
Penulis juga berharap, setelah Gerakan Separatisme dapat dihilangkan dari
Indonesia, pemerintah dapat mencegak timbulnya kembali gerakan separatisme.
Berikut saran penulis untuk mencegah gerakan separatisme:
(1) Pemerataan pembangunan di semua
daerah di Indonesia.
(2)
Meningkatkan
persatuan dan kesatuan Indonesia.
(3)
Memeratakan
pendidikan di Indonesia.
(4)
Meningkatkan
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar gerakan separatisme. Diakses dari
http://haxims.blogspot.com/2011/10/daftar-gerakan-separatis-yang-pernah.html
Ini
Penyebab Separatisme Berkembang d Indonesia. Diakses dari http://nasional.sindonews.com/read/2013/04/06/14/735081/ini-penyebab-separatisme-berkembang-di-indonesia
Republik
Indonesia, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4, Tentang
keadialan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
No 27, Tentang Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar